Jumat, 24 Juni 2011

Ketika Kamu dan Aku Tak Bisa Menjadi Kita

Hei kamu.

Rasanya aku punya lebih dari jutaan rasa syukur karena Tuhan telah utus kamu menjadi salah satu bagian di hidupku. Melengkapi apa yang masih belum cukup, mengisi apa yang masih kosong, dan membuka apa yang tak terlihat. Hampir semua tak kuungkapkan, Cuma dengan senyum dan tawa lepasku aku ungkapkan itu semua. Tuhan kirim kamu untuk membukakan mataku akan banyak hal, sengaja atau tidak kamu lakukan. Tapi aku merasakannya, aku merasa hidup dan darah kembali mengalir lancar, serta rona wajahku tak bohong. Hidupku bertambah warna, dilengkapi dengan warna warna lain yang tak pernah kukira akan tergambar.

Hei kamu.

Aku tahu banyak yang tak bisa kuungkapkan. Tapi bukan berarti aku bohong. Kadang pebuatan lebih berharga dari kata kata, kan? Apalagi untuk soal yang satu ini, aku nggak pandai ngomongnya. Aku lebih sering menghindari omongan seperti ini dan mengalihkannya ke topik lain. Sungguh aku nggak bisa ngomongnya, dan memang aku nggak kepengen. Aku hanya senang merasakannya. Apa ya? Mungkin kata “senang” terlalu sederhana untuk mendeskripsikannya. Pasti lebih dari itu. Mungkin kamu memang dikirim tuhan untuk membukakan hatiku akan banyak hal.

Hei kamu.

Aku nggak berharap apa apa. Aku nggak berkhayal banyak, ya seenggaknya khayalanku masih dalam batas logika ku. Seperti kata mamaku, mungkin kamu yang dikirim tuhan untuk menunjukkanku ini dan itu. Membuatku mengerti. Dan mungkin, sebatas itu. Nggak lebih.

Hei kamu.

“kamu dikirim tuhan untuk sejenak singgah dan isi hidupku, sedikit, sedikit lalu jadi banyak”. Aku nggak tau ini untuk sejenak atau nggak. Aku berharap kedekatan ini, persahabatan ini akan terus ada, at least masih ada “sisanya”, karena sampai saat ini (2 tahun) kamu masih 'jadi' dengan orang yang kamu sayangi...

:)

Oh iya...
ttg Urban Legend yang gue janjiin kemaren, nanti malem gue beresin..
oke, bloggers?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar